Hari Esok, Tak Ada Yang Tahu

Thursday, May 12, 2016

Benar-benar gelap!

Tak ada yang tahu pasti, apa yang akan terjadi esok hari.

Walau para motivator telah mengajari berbagai teori perencanaan kehidupan, berapa persen dari peserta workshop yang berhasil mencapai keberhasilan?

Dalam perencanaan, yang digambarkan adalah kesuksesan!
Bagaimana kenyataannya? Seperti halnya para pendatang dari daerah ke ibukota, rasanya tak ada yang merencanakan jadi gelandangan dan pengangguran, tak juga membayangkan jadi korban penggusuran.

Semua ingin sukses, menjadi karyawan atau pengusaha.

Tapi nyatanya? 

Nasibnya bahkan lebih buruk dari para pengungsi korban perang negara yang sedang dalam konflik. Mereka korban, tak ada kekuatan menghadapi agresor kejam bersenjata lengkap, sedangkan di sini? Bukankah Indonesia negara merdeka? Ada pemerintah yang seharusnya melindungi rakyat dari serangan pihak manapun, tapi kenapa justru rakyat berhadapan dengan pihak yang seharusnya jadi pelindungnya? Begitu rumitkah masalahnya sehingga tak ditemukan solusi yang tidak menimbulkan rasa miris?

Allah!

Andai semua kita berfikir tentang tanggung jawab di hadapan Allah atas amanah yang ada di pundak masing-masing, tentu tak kan terjadi hal-hal seperti ini.

Andai semua kita introspeksi diri dan memperbaiki hal-hal yang belum benar, tentu siatuasi takkan seburuk ini.

Andai semua kita berani mengakui kesalahan dan tidak menuntut pihak lain, bahkan dengan rendah hati minta maaf dan memperbaiki keadaan, tentu penyelesaian segera terwujud.

Andai semua kita beritikad baik menegakkan keadilan di segala lini, maka kesejahteraan merata tak mustahil segera ternikmati.

Andai semua kita bersedia mengurangi keserakahan, arogansi dan egoisme, tentu tak kan  lagi terjadi saling menuntut.

"Andai" adalah kata yang dibenci Allah, jika hanya sebatas angan, tapi andai akan akan diwujudkan-Nya, jika dia adalah kata yang mewakili sebuah mimpi dan diikuti kerja nyata.

Kerumitan masalah memang harus diurai, kebuntuan wajib dipecahkan, tapi win-win solution akan sulit tercapai jika di sana  masih banyak kepentingan yang menunggangi.

Bersihkan nurani, maka dia akan menjadi pemersatu bagi setiap diri yang masih memilikinya, entah saat ini yang bersangkutan ada di barisan yang sama.

https://www.islampos.com/koordinator-warga-kampung-aquarium-tak-sampai-kelaparan-kami-terima-banyak-donasi-275793/

Menjemput Husnul Khotimah

Thursday, May 5, 2016

Banyak cara untuk menjemput husnul khotimah yang tak jelas kapan datangnya.

Dokter pesialis anak dan staffnya ini merupakan salah satu contohnya.

Terlepas bagaimana nilai kehidupan sebelumnya, berdasarkan kriteria, kematiannya termasuk pada akhir kehidupan yang baik.

Manusia tidak perlu mempertanyakan mengapa Allah memilihkan sebuah takdir untuk seseorang, yang jadi tugas manusia adalah menyikapi dengan cara sebaik-baiknya.

Tak ada keharusan Allah menjawab pertanyaan, mengapa mengizinkan terjadinya perang? Bukankah Dia Maha Kuasa untuk mencegahnya?

Yang jadi keharusan adalah, manusia memberikan alasan atas pilihan sikapnya terhadap takdir itu.

Nilai manusia ada pada apa yang menjadi pilihan tindakan beserta alasan-alasannya.

Manusia diberi kewenangan yang berbeda atas sebuah takdir.

Suriah-Alepo, dua nama yang akhir-akhir ini menggetarkan jiwa saat mendengar namanya disebut.

Segera bercermin diri, apa yang bisa kita lakukan dengan kewenangan yang Allah berikan pada kita?

Adakah kekuasaan yang dapat mempengaruhi situasi di sana?

Adakah kekuatan yang bisa kita berikan pada silemah di sana?

Adakah seteguk air yang mampu kita bagi untuk yang kehausan di sana?

Adakah sekerat roti yang bisa mengganjal sebentar saja perut-perut lapar mereka?

Atau, tak adakah yang bisa kita berikan pada yang sedang terdzolimi di sana, walau hanya dengan setangkup doa?

Allah...masih adakah setitik iman di hati kami?

http://duniatimteng.com/mengerikan-detik-detik-jatuhnya-bom-di-dalam-rumah-sakit-aleppo-suriah/

Antara Orang Tua-Guru-polisi-KPPA

Kadang bingung membaca berita tentang kasus yang menyangkut perlakuan guru kepada murid yang dilaporkan pihak orang tua ke ranah hukum.

Sepertinya kok jadi rancu, sebenarnya apa bentuk kerjasama antara orang tua dengan guru saat mendaftarkan anaknya ke lembaga pendidikan yang dipilih?

Bukankah seharusnya orang tua dan guru bermitra dalam mendidik anaknya?

Ketika orang tua tak memiliki kesanggupan mendidik anaknya karena berbagai keterbasan, biasanya mereka menitipkan anaknya di bawah bimbingan seorang guru atau lembaga pendidikan tertentu.

Seharusnya di sana ada rasa saling menghormati dan mendukung, ada keterbukaan dan komunikasi menyelesaikan kendala yang dihadapi anak dalam belajar, menunaikan hak dan kewajiban sesuai ketentuan yang sudah disepakati.

Belum lagi pertanyaan, dimana peran KPPA? Kadang terkesan KPPA membela anak-anak yang melawan orang tuanya, apalagi kalau sudah melibatkan aparat kepolisian, bukankah pemberitaan tentang hal ini membuat anak-anak semakin berani menentang orang tua, karena merasa ada yang melindungi dan membela? Walau tidak menutup kemungkinan, satu dua kasus memang harus ada peran pihak ketiga dalam hubungan orang tua dengan anak yang sedang berkonflik.

Hmm, memang sepertinya masih banyak yang perlu dibenahi, dan ini sangat terkait komunikasi.

1. Seharusnya ada peningkatan pemahaman orang tua tentang hak dan kewajiban orang tua sebagai wali murid serta anaknya sebagai murid.

2. Ada batasan tegas hak dan kewajiban guru terhadap murid serta konskuensi pelanggaran atas ketentuan tersebut.

3. Ada perjanjian tertulis mengenai batasan kapan kasus bisa dibawa ke ranah hukum.

4. Komunikasi intens antara pihak orang tua dan sekolah.

5. Sosialisasi oleh KPPA ke pihak sekolah, murid dan orang tua tentang visi, misi dan kewenangan serta bidang garapannya.

http://www.infoguru.click/2016/05/guru-cubit-siswa-orang-tua-murid-ini.html