Dalam Politik: Semua Sudah Direncanakan

Monday, February 19, 2018


Saya tertarik dengan cuitan Karni Ilyas, presiden ILC, kemarin.

"Dalam politik tidak ada kejadian yang tidak direncanakan/insidentil...Meskipun itu terjadi, maka yakinlah, itupun direncanakan agar terlihat seolah insidentil." Franklin Roosevelt.
Siapa Roosevelt?

Salah satu presiden Amerika Serikat yang sangat berpengaruh di zamannya, bahkan pemikiran-pemikirannya masih menjadi referensi hingga kini. Mempengaruhi pemikiran para politisi, juga pengamat politik.

Bayangkan jika pemikiran di atas menjadi paradigma berfikir kita, saat melihat peristiwa-peristiwa yang terkait dengan perpolitikan, terkhusus pemilu/ pilkada.

Apa yang pertama terfikirkan saat terjadi peristiwa heboh yang terkait dengan pilkada?

Siapa yang merencanakan? Apa tujuannya?

Sasaran pertama, tentu pemain dan team suksesnya. Seperti contohnya di Lampung, ada 4 pasangan cagub dan cawagub, maka merekalah yang pertama dikuliti dengan analisa, siapa yang paling besar kemungkinannya sebagai pembuat skenario sebuah peristiwa.

Sasaran kedua, pihak di luar pemain yang mempunyai kepentingan dengan terselenggaranya pilkada dan siapa pemenangnya. Tentu sasaran yang ini tidak mudah terbaca oleh pandangan masyarakat umum. Salah satu pihak yang sedikit lebih banyak tahu tentang hal ini adalah para jurnalis politik.

Kembali pada pernyataan di atas, bahwa semua hal direncanakan. Pastinya!

Mengikuti pilkada bukan proyek kecil! Semua kandidat tentu berharap memenangkan pertarungan, wajar kalau dibarengi dengan perencanaan yang matang. Terlepas dari apa tujuannya setelah duduk di kursi tertinggi di propinsi ini.

Pada pilgub 2018 di Lampung, ada 4 paslon yang resmi diterima KPU untuk masuk gelanggang, itu berarti ada minimal 4 rencana besar yang dibuat oleh masing-masing team paslon.

Bagaimana detail rencana itu, tentu hanya team sukses yang mengetahuinya. Ibarat sebuah pertarungan, rencana merupakan strategi yang dirahasiakan dari pihak kompetitor. Tapi gambaran sederhananya, perencanaan itu meliputi upaya-upaya yang dilakukan untuk menghambat laju kompetitor lain dan menarik simpati sebanyak-banyaknya suara. Dan sangat mungkin, ekskusi dari rencana-rencana itu saling bertabrakan.

Sebagai masyarakat, ada baiknya kita mengikuti falsafah Jawa: ojo kagetan, ojo gumunan, supaya tidak mudah terbawa dan tersulut emosi.

Apa maknanya?

Ojo kagetan! Jangan mudah terkejut dengan apapun yang terjadi, biasa saja. Tetap kontrol diri.

Ojo gumunan! Jangan mudah heran! Apalagi kalau kita sudah terlanjur ngfans dengan seseorang, seolah tidak percaya saat terjadi peristiwa yang jauh dari bayangan kita tentang sosoknya selama ini.

Semoga dengan tidak mudah kaget dan heran, kita bisa terhindar dari beberapa sikap negatif berikut:

1. Terlalu mengidolakan seseorang dan tidak percaya dengan informasi yang dianggap menjatuhkannya. Membela sang idola secara membabi buta. Akibatnya? Bisa menghilangkan logika berfikir dan menyebabkan malu saat hal itu terbukti benar.

2. Menyerang pihak yang tidak disukai dan menuduhnya sebagai biang penyebab dari hal-hal yang tidak sesuai keinginannya.

3. Memperturutkan emosi sehingga merusak hubungan persaudaraan dan pertemanan.

4. Sulit menilai dengan adil dan berimbang.

"Dalam politik tidak ada kejadian yang tidak direncanakan/insidentil...Meskipun itu terjadi, maka yakinlah, itupun direncanakan agar terlihat seolah insidentil."

Itu ucapan/ pemikiran Franklin Roosevelt, seorang manusia, perlu diuji dengan banyak pembuktian, mungkin benar mungkin salah.

Bandingkan dengan:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Terjemah QS Ali Imron :54)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesai, makar berarti akal busuk; tipu daya; perbuatan(usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh, dll; perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Ini bukan masalah benar atau salah, bukan pula masalah membawa-bawa ayat Al Qur'an/ agama ke ranah politik, walaupun tidak ada juga larangannya.

Ini masalah pemahaman dan penafsiran terhadap kondisi perpolitikan.

1. Ada yang memahami, dunia perpolitikan adalah masalah yang terpisah dengan kehidupan beragama yang dianggap sebagai urusan pribadi, tetapi ada yang tidak memisahkannya, karena kehidupan adalah rangkaian penghambaannya kepada Allah.

2, Ada yang beranggapan, perpolitikan hanyalah permainan yang sewaktu-waktu bisa ditinggalkan dan berganti dengan jenis permainan lain, tetapi ada yang menjadikan politik sebagai perjuangan.

3. Ada yang memahami, kompetitor hanya lawan main di lapangan saat pertandingan dimulai, tetapi ada yang melihatnya sebagai sebuah pertarungan yang terus berhubungan dan berkelanjutan.

Anggapan seseorang sangat tergantung pada pemahaman, juga kepentingannya. Bisa jadi anggapannya sesuai kenyataan, atau hanya sebatas prasangkanya.

Yang harus dicatat, bahwa segala ketentuan yang berasal dari Allah benar adanya, hanya saja butuh upaya dan terus belajar untuk memahaminya. Selain itu, apapun yang kita lakukan berdasarkan anggapan dan penafsiran, semua akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.


0 comments:

Post a Comment